Ditopang Lima Faktor Ini, Inflasi Nasional Diprediksi Bakal Terus Tinggi

IDXChannel – Gelombang kenaikan inflasi di sejumlah negara di dunia rupanya juga mulai terasa di Indonesia. Meski pemerintah meyakini kondisi perekonomian domestik dalam kondisi baik, sejumlah pihak mulai meyakini bahwa inflasi nasional mulai mengkhawatirkan.

Menurut Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Medan, M Pintor Nasution, ada sejumlah pendorong yang membuat inflasi dalam negeri merangkak naik. Faktor-faktor pendorong itu disebut Pintor perlu mendapat perhatian dan dicermati dengan seksama oleh investor Tanah Air, terutama bagi investor di pasar obligasi.

“Pertama, daftar golongan tarif listrik yang naik mulai 1 Juli 2022 ini, kenaikan tarif listrik dari 1.444,7 per kwh menjadi Rp 1.699 per kwh, atau naik 17,64 persen,” ujar Pintor, Jumat (1/7/2022).  

Sementara faktor pendorong kedua, menurut Pintor, adalah harga cabai yang meroket akibat produksi yang anjlok hingga 60 persen. Karenanya, pasokan cabai ke pasar berkurang drastis seiring terjadinya gagal panen di sejumlah wilayah di Indonesia. 

“Ketiga, yaitu harga tiket pesawat yang juga naik signifikan. Contohnya tarif penerbangan Batam–Singapura, yang kemudian ikut mendorong kenaikan tarif kapal feri penyebrangan dari Batam ke Singapura dan sebaliknya,” tutur Pintor.

Sedangkan faktor keempat, adalah kenaikan harga minyak dunia di tengah perkiraan kenaikan suku bunga AS. Kenaikan harga minyak terjadi diantaranya di perdagangan Asia, di tengah kekhawatiran atas lonjakan permintaan bahan bakar. 

“Terakhir, faktor pendorong kelima, adalah isu kenaikan BBM hingga detergen yang bakal dikenai cukai. Meski Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan, Askolani, menegaskan pihaknya tidak ada rencana menjadikan bahan bakar minyak (BBM), ban karet, dan detergen sebagai barang kena cukai (BKC),” ungkap Pintor.

Kelima faktor itu, lanjut Pintor, coba diimbangi dengan katalis berupa konsolidasi fiskal dengan tren defisit APBN yang mengalami penurunan. Selain itu, pemulihan ekonomi yang berlanjut dan dipertahankannya sovereign rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional juga menjadi katalis positif lain yang bisa diharapkan sebagai penyeimbang.

Selain itu, sentimen positif disebut Pintor juga berasal dari dipertahankannya suku bunga acuan BI, berlanjutnya skema burden sharing dan quantitative easing (QE) oleh Bank Indonesia sebagai dukungan untuk menjaga pasar obligasi tanah air. Total pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dan QE SBN oleh BI sepanjang tahun 2020 sebesar Rp 473,42 triliun melalui pembelian di pasar perdana dan private placement sedangkan di tahun 2021 dilanjutkan sebesar Rp 358,32 triliun.

Tak hanya itu, injeksi likuiditas melalui pasar sekunder dikucurkan BI sebesar Rp750,38 triliun pada tahun 2020 dan Rp 147,83 triliun pada tahun 2021.

Sementara outlook pasar obligasi korporasi tahun 2022, PHEI memperkirakan dalam skenario moderat, penerbitan obligasi korporasi akan berada di kisaran Rp105 triliun sampai Rp110 triliun. Sepanjang semester pertama 2022 sudah diterbitkan obligasi korporasi sebesar Rp69,73 triliun, naik dibanding tahun 2021 sebesar Rp40,94 triliun. 

“Penerbitan obligasi korporasi didorong oleh kebutuhan refinancing dan ekspansi usaha seiring dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi,” tandasnya. (TSA)

www.idxchannel.com Adalah Provider Penyedia Berita ini dengan Sumber Link Berita Asli

Semua Copyright dari Berita dimiliki oleh www.idxchannel.com & Untuk Request penghapusan berita & sumber dapat melalui admin@obligasi.com