Perang Israel-Hamas hingga Sinyal Hawkish The Fed Bebani Pasar Komoditas

IDXChannel – Sejumlah komoditas mengalami fluktuasi harga bervariasi sepekan terakhir hingga awal pekan ini, Senin (23/10/2023). Pasar komoditas masih menunggu perkembangan konflik Israel-Hamas yang belum ada tanda-tanda mereda.

Konflik kedua negara ini kini telah menjadi konflik geopolitik yang meluas dan dikhawatirkan berdampak untuk perekonomian global.

Sejumlah kabar teranyar yang berhasil diterbitkan oleh Reuters pagi ini Senin (23/10/2023) terkait konflik ini, di antaranya:

  • Hamas berkata pihaknya berhasil menggagalkan serangan darat Israel di dekat Khan Younis, dan Israel melaporkan bahwa satu tentara tewas dan tiga lainnya terluka.
  • Militer Israel mengakui adanya serangan tank yang tidak disengaja terhadap posisi Mesir di luar Jalur Gaza, yang mengakibatkan sedikitnya tujuh orang terluka.
  • Konvoi 17 truk telah berhasil mengirimkan bantuan kemanusiaan penting ke Gaza melalui penyeberangan Rafah.
  • AS mengumumkan rencana untuk meningkatkan sumber daya militer di Timur Tengah untuk meningkatkan dukungan bagi Israel dan meningkatkan kehadiran pertahanan AS di wilayah tersebut. Kebijakan AS ini karena alasan eskalasi yang dilakukan Iran dan pasukan proksinya baru-baru ini.
  • PBB berkata nyawa setidaknya 120 bayi baru lahir di inkubator rumah sakit di Gaza terancam karena kehabisan bahan bakar di wilayah kantong Palestina di bawah blokade Israel yang baru.
  • Serangan udara Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 266 warga Palestina dalam 24 jam terakhir.
  • Setidaknya 4.651 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel di Gaza sejak serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober, dan lebih dari 14.000 orang terluka. Lebih dari 1.400 orang di Israel dilaporkan tewas.

Sementara minggu lalu, Ketua bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell baru saja menyampaikan pidato pada Kamis (19/10/2023) untuk menentukan arah kebijakan moneter bank sentral paling berpengaruh tersebut.

Dalam pidato terbarunya di Economic Club of New York Luncheon, New York, Powell memberi sinyal akan kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut jika diperlukan.

“Mengingat cepatnya pengetatan ini, mungkin masih ada pengetatan yang berarti yang akan dilakukan. Saya dan rekan-rekan berkomitmen untuk mencapai kebijakan yang cukup ketat untuk menurunkan inflasi secara berkelanjutan hingga 2 persen, dan untuk menjaga kebijakan tetap ketat hingga kami yakin bahwa inflasi berada pada jalur menuju tujuan tersebut,” ujar Powell dalam pidatonya dikutip dari website resmi The Fed Jumat (20/10).

Powell juga berkata bahwa pihaknya tengah memperhatikan data terkini yang menunjukkan ketahanan pertumbuhan ekonomi dan permintaan tenaga kerja.

“Bukti tambahan mengenai pertumbuhan yang terus-menerus berada di atas tren, atau bahwa pengetatan pasar tenaga kerja tidak lagi berkurang, dapat menempatkan kemajuan inflasi dalam risiko dan memerlukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut,” imbuh Powell.

Powell juga menyebutkan, perubahan kebijakan moneter yang aktual juga diperkirakan akan mempengaruhi kondisi keuangan secara lebih luas, yang pada gilirannya akan mempengaruhi aktivitas perekonomian, lapangan kerja dan inflasi.

Minyak

Di awal perdagangan awal pekan, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun 1,06 persen menuju USD87,15 per barel sementara minyak Brent berada di kisaran USD91,31 per barel atau turun 0,92 persen pada Senin (23/10).

Harga minyak merosot untuk sesi kedua berturut-turut karena upaya diplomatik untuk menjaga perang Israel-Hamas agar tidak meledak menjadi konflik yang lebih luas di Timur Tengah.

Upaya tersebut meredakan beberapa kekhawatiran tentang gangguan pasokan di wilayah kaya minyak tersebut.

Konvoi bantuan juga mulai berdatangan ke Jalur Gaza dari Mesir pada akhir pekan, sementara Israel setuju untuk menunda serangannya terhadap Hamas di tengah tekanan dari AS.

Di tempat lain, AS secara luas menangguhkan sanksi terhadap anggota OPEC yakni Venezuela setelah para pemimpin Venezuela setuju untuk mengadakan pemilu secara demokratis tahun depan.

Sementara itu, harga minyak terus didukung oleh ekspektasi defisit pasar yang lebih besar pada kuartal keempat setelah produsen utama yakni Arab Saudi dan Rusia yang merupakan anggotan OPEC+ memperpanjang pengurangan pasokan hingga akhir tahun.

Emas

Emas spot turun 0,41 persen di kisaran USD1.973 per troy ons pada perdagangan hari ini, lebih rendah dari level tertinggi lima bulan yang dicapai pada sesi sebelumnya.

Sentimen yang sama juga berlaku pada emas karena upaya diplomatik untuk menjaga perang Israel-Hamas agar tidak meledak menjadi konflik yang lebih luas di Timur Tengah. Upaya ini mengurangi permintaan terhadap aset safe-haven.

Investor juga dengan hati-hati menunggu angka PDB dan inflasi AS minggu ini yang dapat mempengaruhi prospek kebijakan moneter.

Ketua The Fed Jerome Powell berkata pekan lalu bahwa inflasi masih terlalu tinggi dan kemungkinan memerlukan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, seraya menambahkan bahwa pengaturan moneter saat ini belum terlalu ketat.

Namun, pasar memperkirakan bank sentral akan mempertahankan suku bunga stabil pada pertemuan kebijakan 30-31 Oktober.

CPO

Harga minyak sawit (Crude palm oil/CPO) masih berada di level support kisaran MYR3.700 per ton. Bertahannya harga CPO ditopang adanya prospek permintaan negara importir China dan India.

Harga minyak nabati lainnya yakni kedelai juga diprediksi bergerak bullish pada pekan ini yang membuat harga CPO juga berpotensi terkerek.

Berdasarkan data Bursa Malaysia Derivatives basis penutupan mingguan periode 13-20 Oktober 2023, kontrak berjangka CPO untuk pengiriman November 2023 menguat MYR2 menjadi MYR3.716 per ton.

Batu Bara

Batubara berjangka Newcastle menguat 1,1 persen di level USD138 per ton dan telah tertekan 4,07 persen dalam sepekan terakhir berdasarkan data Trading Economics.

Penurunan harga batu bara karena peningkatan produksi batu bara di berbagai produsen utama termasuk di antaranya Australia dan Indonesia.

Produksi batu bara China per September juga naik 0,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Angka produksi ini mencapai tingkat tertinggi sejak bulan Maret setelah otoritas setempat menerapkan langkah-langkah keselamatan yang lebih ketat menyusul kecelakaan tambang batu bara yang sempat terjadi di China.

Output listrik berbahan bakar batu bara di China juga dilaporkan meningkat sebesar 2,3 persen secara year on year (yoy) sepanjang September. Permintaan listrik secara keseluruhan juga melonjak sebesar 9,9 persen dan melampaui ekspektasi.

Selain itu, impor batu bara China juga meningkat sebesar 27,5 persen sepanjang September karena kenaikan harga batu bara dalam negeri dan meningkatnya penggunaan industri, serta untuk kebutuhan musiman menjelang cuaca dingin di China utara.

Ke depan, produksi batu bara diperkirakan akan terus meningkat pada kuartal keempat seiring dengan kembalinya operasi normal tambang.

Pada saat yang sama, permintaan batu bara di China kemungkinan akan tetap tinggi sepanjang Oktober dan November seiring dengan persiapan perusahaan listrik untuk menghadapi musim dingin. (ADF)

www.idxchannel.com Adalah Provider Penyedia Berita ini dengan Sumber Link Berita Asli

Semua Copyright dari Berita dimiliki oleh www.idxchannel.com & Untuk Request penghapusan berita & sumber dapat melalui admin@obligasi.com