Krisis Biaya Hidup di Eropa Percepat Terjadinya Resesi

IDXChannel – Dampak keterbatasan pasokan energi akibat terhambatnya pasokan seiring berlangsungnya perang Rusia-Ukraina terus bergulung seperti bola salju.

Pasokan yang terbatas membuat harga energi di level global terus melambung tinggi, sehingga masyarakat semakin kesulitan dalam memenuhi tagihan yang harus dibayarkan. Kondisi ini memantik berlangsungnya krisis biaya hidup, yang terutama melanda masyarakat Eropa.

Dengan tingginya tagihan energi yang harus dibayar, masyarakat terpaksa harus mengencangkan ikat pinggang, sambil menata ulang skala prioritas kebutuhan yang harus ditanggung. Termasuk juga mengurangi mobilitas demi menghemat pengeluaran.

Imbasnya, aktivitas perekonomian pun melemah, sehingga ancaman bakal terjadinya resesi, baik di level negara maupun global, dalam perkiraan sebagian ekonom, bakal datang semakin cepat.

Sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (23/9/2022), sebuah survei menunjukkan bahwa masyarakat kini benar-benar lebih selektif dalam menentukan pengeluaran yang bakal dilakukan, sehingga membuat pasar lesu.

Hal ini menambah tekanan kepada kalangan produsen yang sebelumnya telah dibuat pusing oleh tingginya harga gas. Sementara sektor jasa juga merosot lantaran mobilitas masyarakat juga berkurang signifikan.

Berdasarkan Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers Index/PMI) dari S&P Global, yang dilihat sebagai ukuran yang baik untuk kesehatan ekonomi secara keseluruhan, turun menjadi 48,2 pada September, dari posisi 48,9 pada bulan sebelumnya.

Selain itu, catatan di September ini juga menjadi ketiga kalinya PMI berada di bawah batas aman 50, yang memisahkan kondisi pertumbuhan dengan kontraksi.

“Resesi zona euro akan segera terjadi karena perusahaan melaporkan memburuknya kondisi bisnis dan meningkatnya tekanan harga terkait dengan melonjaknya biaya energi,” ujar Kepala Ekonom Bisnis di S&P Global, Chris Williamson, dalam laporan tersebut.

Meski menurut Williamson ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa kendala rantai pasokan berkurang, namun fokus perhatian jelas telah bergeser dari rantai pasokan ke energi dan meningkatnya biaya hidup.

Hal ini tidak hanya memukul permintaan, tapi juga membatasi produksi manufaktur dan aktivitas sektor jasa dalam beberapa kasus.

Sebuah jajak pendapat Reuters awal bulan ini memberi peluang 60% dari resesi di zona euro dalam setahun. Permintaan keseluruhan turun ke level terendah sejak November 2020, ketika benua itu menderita gelombang kedua infeksi COVID-19. PMI bisnis baru turun menjadi 46,0 dari 46,9.

PMI jasa turun menjadi 48,9 dari 49,8, bulan kedua di bawah 50 dan angka terendah sejak Februari 2021. Jajak pendapat Reuters memperkirakan penurunan yang lebih moderat menjadi 49,0.

Dengan harga naik lagi dan permintaan turun, optimisme tentang 12 bulan mendatang berkurang. Indeks ekspektasi bisnis turun menjadi 53,8 dari 56,6, terendah sejak Mei 2020.

Produsen juga mengalami bulan yang lebih buruk dari yang diperkirakan. PMI mereka turun ke 48,5 dari 49,6, dibandingkan dengan perkiraan 48,7 dalam jajak pendapat Reuters dan terendah sejak Juni 2020. Output pengukuran indeks, yang dimasukkan ke dalam PMI komposit, turun menjadi 46,2 dari 46,5.

Kemungkinan kekhawatiran bagi Bank Sentral Eropa, yang menaikkan suku bunga utamanya sebesar 75 basis poin pada awal September untuk mencoba dan menjinakkan inflasi yang berjalan di bulan Agustus di atas empat kali targetnya, survei menunjukkan harga telah meningkat lebih cepat bulan ini.

Baik indeks harga manufaktur input dan output membalikkan tren menurun dan naik. Indeks harga input mencapai tertinggi tiga bulan di 76,4 dari 71,7. (TSA)

www.idxchannel.com Adalah Provider Penyedia Berita ini dengan Sumber Link Berita Asli

Semua Copyright dari Berita dimiliki oleh www.idxchannel.com & Untuk Request penghapusan berita & sumber dapat melalui admin@obligasi.com