IDXChannel – Nilai tukar rupiah menguat signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (15/11/2023) seiring melandainya inflasi AS yang disambut pelemahan indeks dolar dan yield (imbal hasil) obligasi pemerintah AS alias US Treasury.
Mengutip data TradingView, pukul 11.30 WIB, rupiah menguat 1,24 persen secara harian ke posisi Rp15.494 per USD, melanjutkan pelemahan 0,03 persen pada Selasa (14/11). Ini menjadi level terkuat sejak awal Oktober lalu. (Lihat grafik di bawah ini.)
Penguatan rupiah seiring indeks dolar (DXY) merosot 1,5 persen ke 104,07, terendah sejak awal September 2023.
Yield US Treasury bertenor 10-tahun turun tajam 21 basis points (bps) ke 4,43 persen seiring adanya perlambatan inflasi Negeri Paman Sam yang tidak terduga pada Oktober yang memperkuat spekulasi bahwa siklus kenaikan suku bunga agresif ala bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) telah berakhir.
Yield bertenor 10-tahun tersebut sempat menembus rekor 5 persen pada 23 Oktober lalu. Catatan saja, yield berkebalikan dengan harga obligasi.
Sementara, yield Treasury bertenor 2-tahun, yang bergerak seiring dengan ekspektasi suku bunga jangka pendek, turun lebih dari 22 bps ke level 4,84 persen.
Indeks harga konsumen (IHK) AS per Oktober meningkat 3,2 persen secara tahunan (YoY), menurut laporan inflasi bulanan Biro Statistik Tenaga Kerja.
Angka tersebut turun dari 3,7 persen pada September dan dari level puncak era pandemi Covid sebesar 9,1 persen pada bulan 2022. Namun, masih di atas target The Fed 2 persen.
“Ini – tentu saja – merupakan kabar baik mengenai inflasi,” Sam Rines, direktur pelaksana di perusahaan riset CORBU di Texas, dikutip Reuters, Rabu (15/11).
“Tetapi pertanyaan yang relevan saat ini adalah: ‘Bisakah keadaan menjadi lebih baik?'” imbuhnya.
“Fakta bahwa Fed AS tampaknya sudah selesai dengan [kenaikan] suku bunga dan inflasi untuk saat ini jelas merupakan hal positif untuk semua aset berisiko,” Pooja Malik, partner dan kepala manajemen portofolio di Nipun Capital, berkata kepada Bloomberg Television, dikutip dari Bloomberg News, Rabu (15/11).
“Namun, situasinya mungkin tetap bergejolak dalam 12 hingga 18 bulan ke depan,” imbuhnya
Sekarang, pasar, via CME Fedwatch Tool, sekarang menunjukkan peluang 0 persen untuk kenaikan suku bunga tambahan dengan penurunan suku bunga yang dimulai pada Mei 2024.
Sebelum laporan IHK, ada kemungkinan 30 pesen setidaknya satu kali kenaikan suku bunga lagi di masa depan. (ADF)
www.idxchannel.com Adalah Provider Penyedia Berita ini dengan Sumber Link Berita Asli
Semua Copyright dari Berita dimiliki oleh www.idxchannel.com & Untuk Request penghapusan berita & sumber dapat melalui admin@obligasi.com