Inflasi AS Masih Tinggi, The Fed Bakal Kerek Suku Bunga 100 Bps?

IDXChannel – Tekanan di pasar global kembali meningkat seiring keluarnya data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi dari perkiraan. Data Consumer Price Index (CPI) AS bulan Agustus  telah dirilis semalam dan tercatat sebesar 8,3 persen YoY.

Meskipun angka ini turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8,5 persen YoY, tetapi masih lebih tinggi dari ekspektasi konsensus Bloomberg sebesar 8,1 persen YoY.

Terkait konsensus, ekspektasi pasar terhadap melandainya harga minyak diharapkan mampu mendorong turunnya CPI AS minimal 0,1 persen ke angka 8,1, persen. Namun realitasnya, CPI yang telah diumumkan berada di angka 8,3 persen.

Mengutip Bahana Sekuritas, investor sebelumnya telah berharap bahwa melambatnya inflasi akan memungkinkan The Federal Reserve (The Fed) untuk mengkalkulasi ulang langkah kebijakan agresif untuk melawan inflasi. Namun demikian, keluarnya data inflasi Agustus ini menghapus harapan tersebut untuk saat ini.

Berdasarkan data World Interest Rate Probability Bloomberg, pelaku pasar global juga saat ini memperkirakan bahwa the Fed akan lebih agresif ke depan dengan kemungkinan menaikkan suku bunga acuannya.

Langkah agresif The Fed menaikkan suku bunga diperkirakan akan mencapai 175 basis point (bp) lagi hingga akhir tahun 2023 ke level 4,00 persen hingga 4,25 persen.

Adaun basis point (bp) merupakan unit pengukuran yang digunakan untuk menjelaskan perubahan persentase dari suatu instrumen keuangan. Biasanya, bp digunakan sebagai ukuran dari tingkat suku bunga.

Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) biasa menggunakan BI Rate atau suku bunga acuan yang ditetapkan dan juga menggunakan ukuran bp tersebut.

Hal ini yang menyebabkan kebijakan suku bunga bank sentral AS tersebut sedikit banyak juga akan berdampak pada suku bunga di Tanah Air.

Inflasi AS yang mencapai 8,3 persen diartikan publik menurun dibandingkan bulan Juli yang berada di angka 8,5 persen. Namun, hal ini menjadi sinyal buruk dilihat oleh pelaku pasar karena angka inflasi 8,3 persen sejatinya naik yoy dibandingkan data Agustus pada 2021 yang berada pada angka 8,2 persen.

Kondisi ini bisa saja mendorong The Fed untuk bersikap lebih agresif dalam menaikkan suku bunga.

Adapun berdasarkan data CME FedWatch Tool, pelaku pasar global saat ini mulai melihat kemungkinan kenaikan FFR sebesar 100 bp pada pertemuan FOMC 20-21 September mendatang.

Dalam data tersebut, probabilitas kenaikan sebesar 100 bp mencapai 33 persen, sementara probabilitas kenaikan FFR sebesar 75 bp mencapai 67 persen.

Kondisi ini mendorong para investor untuk melakukan antisipasi jika ketua The Fed, Jerome Powell, menaikkan suku bunga hingga 100 bps.

Proyeksi ini lebih agresif dari perkiraan sebelum rilis data inflasi AS bulan Agustus yang memperkirakan kenaikan FFR sebesar 150 bp hingga akhir tahun ini. Adapun yield US Treasury atau imbal hasil obligasi pemerintah AS juga meningkat pasca rilis data inflasi semalam.

Kondisi ini dimotori oleh yield tenor pendek, dimana yield tenor 2 tahun, 5 tahun dan 10 tahun naik masing-masing ke level 3,75 persen (+18 bp), 3,58 persen (+13 bp), dan 3,41 persen (+5 bp).

www.idxchannel.com Adalah Provider Penyedia Berita ini dengan Sumber Link Berita Asli

Semua Copyright dari Berita dimiliki oleh www.idxchannel.com & Untuk Request penghapusan berita & sumber dapat melalui admin@obligasi.com