IDXChannel – Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) mengisyaratkan akan tetap menaikkan suku bunga lanjutan jika inflasi tak kunjung dapat dijinakkan.
Dalam risalah pertemuan yang dirilis Rabu (16/8/2023), para pejabat The Fed menyatakan keprihatinannya pada pertemuan terbaru mereka tentang laju inflasi dan berkata lebih banyak kenaikan suku bunga mungkin diperlukan di masa depan, kecuali jika kondisi berubah.
Tingkat inflasi tahunan di AS meningkat menjadi 3,2 persen pada Juli 2023 dari sebelumnya yang telah di level 3 persen pada bulan sebelumnya. (Lihat grafik di bawah ini.)
Diskusi tersebut selama pertemuan dua hari pada Juli telah menghasilkan kenaikan suku bunga seperempat poin persentase yang diharapkan pasar sebagai yang terakhir.
Namun, diskusi terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar anggota The Fed khawatir bahwa perang inflasi masih jauh dari selesai dan memerlukan tindakan pengetatan tambahan.
“Dengan inflasi yang masih jauh di atas target dan pasar tenaga kerja tetap ketat, sebagian besar peserta FMOC terus melihat risiko kenaikan yang signifikan terhadap inflasi, yang dapat memerlukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut,” kata ringkasan pertemuan tersebut.
Kenaikan terbaru itu membawa tingkat suku bunga pinjaman utama The Fed, naik hingga 5,25 persen, tingkat tertinggi dalam lebih dari 22 tahun.
Sementara beberapa anggota berkata sejak pertemuan bahwa mereka pikir kenaikan suku bunga lebih lanjut mungkin tidak diperlukan, risalah menyarankan kehati-hatian.
Pejabat mencatat tekanan dari sejumlah variabel dan menekankan bahwa keputusan masa depan akan didasarkan pada data yang masuk.
“Dalam membahas prospek kebijakan, peserta FMOC menilai bahwa sikap kebijakan moneter harus cukup ketat untuk mengembalikan inflasi ke target 2 persen,” kata dokumen tersebut.
Kekhawatiran Meluas
Berdasarkan hasil risalah pertemuan The Fed, pasar merespons dengan beragam. Dolar masih berada pada kenaikan yang kuat untuk minggu ini meskipun turun pada perdagangan Jumat (18/8).
Indeks dolar turun 0,34 persen di level 103,24 pada pukul 09.32 WIB. Namun, penguatan greenback ini juga dikhawatirkan membebani harga minyak mentah dunia dan menjadikannya lebih mahal bagi pembeli internasional.
Harga minyak mentah Brent terpantau juga menguat tipis 0,18 persen di level USD 84,27 per barel dan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 0,35 persen di level USD80,67 per barel.
Memang, risalah tersebut menunjukkan keraguan yang cukup besar atas arah kebijakan di masa depan.
Sementara ada kesepakatan bahwa inflasi sangat tinggi, ada juga indikasi bahwa sejumlah tanda tentatif bahwa tekanan inflasi dapat mereda.
Hampir semua peserta rapat, termasuk anggota yang tidak memiliki hak suara dilaporkan mendukung kenaikan suku bunga.
Namun, mereka ada yang menentang dan menyarankan evaluasi dari kenaikan sebelumnya apakah berdampak pada kondisi ekonomi.
“Peserta umumnya mencatat tingkat ketidakpastian yang tinggi mengenai efek kumulatif pada ekonomi dari pengetatan kebijakan moneter di masa lalu,” kata risalah tersebut.
Risalah mencatat bahwa ekonomi diperkirakan akan melambat dan pengangguran kemungkinan akan meningkat.
Tak hanya di China, AS nampaknya juga mulai mengkhawatirkan dampak pengetatan suku bunga terhadap sektor real estate.
Secara khusus, pejabat The Fed mengutip risiko yang terkait dengan potensi penurunan tajam dalam penilaian commercial real estate (CRE) yang dapat berdampak buruk pada beberapa bank dan lembaga keuangan lainnya. Di antaranya seperti perusahaan asuransi yang sangat terpapar CRE.
Beberapa peserta mencatat kerentanan beberapa lembaga keuangan nonbank seperti reksa dana pasar uang dan sejenisnya.
Untuk masa depan kebijakan, para anggota menekankan risiko dua sisi dari melonggarkan kebijakan terlalu cepat dan mempertaruhkan inflasi yang lebih tinggi terhadap pengetatan yang terlalu banyak dan menyebabkan ekonomi berkontraksi.
Data terbaru menunjukkan bahwa meskipun inflasi masih jauh dari target 2% bank sentral, penurunan inflasi telah membuat kemajuan yang nyata sejak puncaknya lebih dari 9 persen pada akhir 2022.
Namun, pembuat kebijakan khawatir untuk menyatakan kemenangan terlalu cepat terhadap inflasi dan dapat mengulangi kesalahan kritis di masa lalu.
Pada tahun 1970-an, gubernur bank sentral menaikkan suku bunga agresif untuk memerangi inflasi dua digit.
Namun, tingkat suku bunga cepat diturunkan ketika harga menunjukkan tanda-tanda menurun.
AS juga masih menikmati kenaikan PDB rata-rata di atas 2 persen pada paruh pertama 2023, dengan ekonomi diproyeksikan naik 5,8 persen pada kuartal ketiga, menurut proyeksi terbaru dari The Fed Atlanta.
Pada saat yang sama, pertumbuhan lapangan kerja telah melambat namun tetap kuat. Tingkat pengangguran berada di level 3,5 persen pada Juli atau berada di sekitar level terendah sejak akhir 1960-an. (ADF)
www.idxchannel.com Adalah Provider Penyedia Berita ini dengan Sumber Link Berita Asli
Semua Copyright dari Berita dimiliki oleh www.idxchannel.com & Untuk Request penghapusan berita & sumber dapat melalui admin@obligasi.com