Daftar Negara yang Terancam Resesi

Jakarta, CNN Indonesia

Bank Dunia menyebut resesi ekonomi global sudah di depan mata. Bahkan, Bank Dunia pesimis negara-negara di dunia bisa menghindari ancaman kemunduran roda ekonomi tersebut.

Dalam laporan Global Economic Prospect June 2022 (GEP), Bank Dunia menyebutkan tekanan inflasi yang begitu tinggi di banyak negara tak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

Sejumlah analis dan lembaga keuangan internasional setuju dengan pernyataan tersebut.

Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang pun diprediksi ikut terseret ke dalam jurang resesi akibat inflasi yang terus meningkat.

Citigroup memperkirakan kemungkinan resesi global mendekati 50 persen, karena banyak bank sentral terburu-buru menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi yang sebagian didorong oleh dampak perang Ukraina dan pandemi covid-19.

Salah satunya adalah bank sentral AS, The Fed, yang baru-baru ini menaikkan suku bunga acuannya sebesar 0,75 persen.

Berikut negara-negara yang terancam masuk resesi:

1. Amerika Serikat

Proyeksi resesi ekonomi AS berdasarkan data Pendapatan Domestik Bruto (PDB) The Atlanta Federal Reserves yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS hanya 0,9 persen pada kuartal II 2022, turun dari kuartal I yang tumbuh 1,5 persen.

Dilansir dari CNBC, kondisi penurunan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut merupakan salah satu tanda resesi. Ekonomi AS tertekan oleh lonjakan harga komoditas di tengah tantangan usai pandemi dan perang Rusia-Ukraina.

Konsumsi rumah tangga yang menopang 70 persen PDB AS, diperkirakan hanya mampu tumbuh 3,7 persen, turun dari proyeksi sebelumnya 4,4 persen.

Tidak hanya itu, CEO Morgan Stanley James Gorman memperkirakan ada kemungkinan 50 persen bahwa AS akan jatuh ke jurang resesi tahun ini.

“Itu mungkin, kemungkinannya sudah 50-50 sekarang,” kata Gorman.

Ia merevisi perkiraannya sendiri dari bulan lalu ketika dia berucap kepada investor kemungkinan resesi kurang dari 50 persen. Namun, menurutnya AS tidak akan berada dalam kondisi perlambatan yang terlalu dalam.

“Ini akan menjadi perjalanan yang bergejolak. Tapi kita tidak mungkin pada tahap ini masuk ke dalam resesi yang dalam atau panjang,” ujarnya.

2. Eropa

Kekhawatiran negara-negara Eropa dapat jatuh ke dalam resesi tercermin dari mata uang euro yang merosot ke level terlemahnya terhadap dolar sejak akhir 2002.

Kini, investor berbondong-bondong ke aset safe haven setelah data terbaru menumpuk di tengah kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi global.

Salah satu pemicu ketakutan resesi adalah kenaikan harga gas alam. Data menunjukkan perlambatan tajam dalam pertumbuhan bisnis pada Juni dan rilis melansir defisit perdagangan pada Mei yang disesuaikan secara musiman sebesar 1 miliar euro di Jerman, berlawanan dengan ekspektasi surplus.

Hal ini terlihat nyata pada perekonomian Inggris yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan karena inflasi tinggi. Lewat survei, pengusaha melaporkan tingkat kekhawatiran yang biasanya menandakan resesi.

Bank sentral Inggris (BoE) dibuat khawatir dengan rilisnya Indeks Manajer Pembelian (PMI) S&P Global, yang mencakup perusahaan jasa dan manufaktur, menunjukkan perusahaan menaikkan gaji dan membebankan biaya yang lebih tinggi kepada klien.

“Ekonomi mulai terlihat seperti lama-kelamaan akan habis terhenti,” ujar Kepala Ekonom Bisnis di S&P Global Market Intelligence Chris Williamson.

3. China

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perekonomian China akan melambat di paruh kedua 2022 imbas upaya-upaya untuk mengendalikan kasus covid-19.

“Kami memproyeksikan pertumbuhan PDB riil melambat tajam menjadi 4,3 persen pada 2022 sampai dengan 0,8 poin, persentase lebih rendah dari yang diproyeksikan dalam Pembaruan Ekonomi China Desember,” tulis IMF dalam laporan perekonomian China Juni 2022.

Menurut IMF, revisi penurunan ini mencerminkan kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh varian omicron dan penguncian wilayah yang berkepanjangan di beberapa bagian China dari Maret hingga Mei.

Meski begitu, masih ada harapan bagi ekonomi China dapat pulih pada paruh kedua 2022, dibantu oleh stimulus kebijakan yang agresif untuk memitigasi penurunan ekonomi. Dengan munculnya kembali varian baru covid-19 yang lebih mudah menular, gangguan ekonomi bisa berjalan semakin lebih lama.

“Perekonomian China juga rentan terhadap risiko terkait prospek global. Sisi baiknya, jika pandemi dikendalikan dan pembatasan domestik dicabut sepenuhnya, pertumbuhan setahun penuh bisa lebih tinggi dari yang diproyeksikan saat ini,” ujar IMF.

Dalam jangka pendek, China menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan mitigasi covid-19 sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah China sudah mulai meningkatkan pelonggaran kebijakan ekonomi makro dengan pengeluaran publik yang besar, potongan pajak, penurunan suku bunga kebijakan, dan sikap yang lebih longgar pada sektor properti.

[Gambas:Video CNN]


Mongolia ‘Haus’ Utang

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

www.cnnindonesia.com Adalah Provider Penyedia Berita ini dengan Sumber Link Berita Asli

Semua Copyright dari Berita dimiliki oleh www.cnnindonesia.com & Untuk Request penghapusan berita & sumber dapat melalui admin@obligasi.com