Benarkah Indonesia Dihantui Perusahaan Zombie Seperti Kata IMF?

Jakarta, CNN Indonesia

Dana Moneter Internasional (IMF) memberi peringatan kepada Indonesia

Peringatan terkait munculnya perusahaan zombie di Indonesia. Mereka menyebut ke depan akan banyak perusahaan zombie di tanah air imbas pandemi covid-19 dan kenaikan suku bunga yang terjadi belakangan ini.

Dalam laporan terbarunya yang dikutip Selasa (4/7), IMF berucap Indonesia sebenarnya sudah melakukan relaksasi kredit hingga Maret 2024 demi mengurangi beban kenaikan suku bunga. Namun, relaksasi itu tidak berlaku bagi semua perusahaan.

Hanya perusahaan tertentu dan memenuhi syarat saja yang dapat relaksasi itu. Sementara itu, yang tidak memenuhi syarat melemah.

Hal itu lah kata IMF yang meningkatkan risiko makin banyak perusahaan ‘zombie’ karena mereka hidup segan mati tak mau.

“Memperpanjang relaksasi kredit terus meningkatkan risiko moral hazard, penundaan pengumuman kerugian, dan memperpanjang keberadaan perusahaan ‘zombie’,” tulis IMF.

Maka dari itu, IMF merekomendasikan agar relaksasi klasifikasi kredit yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak lagi diperpanjang setelah berakhir pada Maret 2024 mendatang.

Sebaliknya, IMF mendukung instrumen makroprudensial yang sudah mulai diarahkan untuk mendorong penyaluran kredit perbankan. Tujuannya agar kinerja kredit tetap positif tanpa ada restrukturisasi.

Mengutip berbagai sumber, perusahaan disebut zombie apabila menghasilkan cukup uang untuk terus beroperasi dan membayar utang, tetapi tidak dapat melunasinya.

Perusahaan tersebut hanya memenuhi biaya seperti upah, sewa, bayar bunga utang, tetapi tidak memiliki modal lebih untuk berinvestasi demi memacu pertumbuhan.

Sebenarnya tidak ada definisi formal tentang perusahaan zombie. Tetapi secara umum ada kesepakatan bahwa perusahaan-perusahaan ini tidak dapat bertahan secara ekonomi dan berhasil bertahan dengan memanfaatkan bank dan pasar modal

Di Amerika Serikat, perusahaan zombie sedikit jumlahnya. Umumnya mereka kecil di antara perusahaan swasta dan publik.

Perusahaan zombie di sana pun sebagian besar terkonsentrasi di sektor manufaktur dan ritel.

Sementara itu menanggapi peringatan IMF, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sekaligus mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indoenesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani berucap pernyataan lembaga keuangan internasional itu memang ada benarnya.

Saat ini memang sudah mulai ada perusahaan zombie di Indonesia. Ia menjelaskan itu terjadi karena Indonesia tidak mengenal sistem hair cut atau potongan terhadap pokok pinjaman perbankan. Perbankan maksimal hanya bisa menghapus denda administrasi dan bunga.

Hal ini terjadi lantaran regulasi perbankan oleh OJK sangat ketat terhadap rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR). Alhasil, bila ada perusahaan yang mengalami kesulitan, termasuk tertekan dampak pandemi, tidak punya modal untuk menutup kekurangan pembayaran cicilan ke bank mereka bisa dipailitkan seperti Zombie.

Model seperti inilah yang kata Hariyadi disebut IMF sebagai perusahaan zombie. 

“Bila perusahaan terdampak covid tidak punya modal lagi untuk menutup kekurangan cicilan ke bank, kemungkinannya akan dipailitkan bank atau seperti zombie yang disebutkan oleh IMF. Artinya perusahaan tersebut mencoba memperpanjang selama mungkin untuk cicilannya,” katanya kepada CNNIndonesia.com.

Hariyadi tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah perusahaan zombie di Indonesia. Namun, ia memastikan jumlahnya tidak banyak.

Hal berbeda disampaikan Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita. Ia berucap perusahaan zombie di Indonesia sejatinya banyak.

Namun fenomena itu juga terjadi di negara lain, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan China.

Ia menyebut perusahaan zombie yang kesulitan membayar utang, terutama saat kenaikan suku bunga bisa berdampak besar ke kehidupan ekonomi masyarakat. Memang katanya, ada beberapa pilihan yang bisa ditempuh di tengah kondisi itu, seperti; melego sebagian saham, meresetrukturisasi utang dengan menambah masa waktu pembayaran agar bunga tidak terlalu besar.

Tapi, ketika itu tidak berhasil, mereka bisa menempuh cara PHK karyawan. Atau, pilihan paling tragis, tutup sama sekali.

Ketika itu terjadi, masyarakat bisa kehilangan pekerjaan, penghasilan sehingga ekonomi menjadi mandek.

“Jika memang di Indonesia banyak perusahaan semacam itu, akan sangat mungkin risikonya akan terasa dalam waktu-waktu dekat,” kata Ronny.

Kendati demikian, Ronny tak mengetahui pasti berapa jumlah perusahaan di Tanah Air. Menurutnya, sulit untuk mendapatkan data soal perusahaan zombie.

Ia hanya memberikan contoh soal perusahaan zombie itu.

“Contohnya adalah Garuda pada 2020-2021 lalu. Hari ini Wika juga terlilit masalah yang sama. Itu BUMN, swasta tampaknya tak sedikit juga,” katanya.

Menghadapi situasi itu, ia meminta pemerintah dan otoritas terkait terutama BI dan OJK  untuk waspada. Kewaspadaan terutama ia harapkan dari sisi kapasitas pengawasan yang baik terkait keberadaan perusahaan-perusahaan zombie.

Pemerintah ia minta mulai mendata, memanggil, dan menawarkan win win solution agar permasalahan yang dialami perusahaan zombie tidak berdampak buruk, termasuk saat tiba-tiba mereka harus mendadak tutup.

Di sisi lain, Ronny menilai persoalan perusahaan zombie agak dilematis lantaran eksistensi mereka terkait dengan kredit dan bank.

“Kalau mereka kolaps, utangnya ke bank bagaimana. Jika jumlahnya besar, maka banknya pun bisa terkena masalah,” kata Rhony.


Perusahaan Zombie di BEI

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

www.cnnindonesia.com Adalah Provider Penyedia Berita ini dengan Sumber Link Berita Asli

Semua Copyright dari Berita dimiliki oleh www.cnnindonesia.com & Untuk Request penghapusan berita & sumber dapat melalui admin@obligasi.com