Beban Perang Lawan Palestina, Risiko Utang Pemerintah Israel Meningkat

IDXChannel – Perang Israel melawan Hamas merugikan perekonomian Israel sekitar USD260 juta setiap hari. Angka Ini setara Rp4,09 triliun (Kurs Rp 15.714 per USD).

Melansir BloombergNews, konflik yang menimbulkan banyak korban jiwa ini juga menjadi lebih mahal bagi Israel dibandingkan perkiraan awal dan membebani keuangan publik negeri Zionis tersebut.

“Israel kemungkinan akan mengeluarkan lebih banyak, bukan lebih sedikit, untuk pertahanan di masa depan. Hal ini akan membalikkan tren multi-tahun yang menyebabkan belanja militer Israel dari sekitar 9 persen dari PDB pada tahun 1990an menjadi 4,5 persen pada tahun lalu,” Ziad Daoud, kepala ekonom pasar negara berkembang, dan Gerard DiPippo.

Sementara menurut The Times of Israel, absennya ribuan pekerja akibat perang yang sedang berlangsung telah merugikan perekonomian Israel sekitar New Israeli Sheqel (NIS)2,3 miliar (USD600 juta) per minggu, atau sekitar 6 persen dari PDB secara mingguan, menurut sebuah penelitian yang dirilis oleh Bank Israel pada Kamis (9/11).

Mengutip Reuters, perang Israel-Hamas akan menelan biaya sebesar NIS200 miliar (setara USD51 miliar), berdasarkan laporan Calcalist mengutip angka awal Kementerian Keuangan Israel.

Harian itu berkata perkiraan tersebut, setara dengan 10 persen dari PDB didasarkan pada perang yang berlangsung antara delapan hingga 12 bulan. Angka ini mempertimbangkan terbatasnya aktivitas ekonomi di Gaza dan sekitar 350.000 pekerja Israel yang direkrut sebagai cadangan militer.

Bloomberg menyebut, besarnya uang yang harus dikeluarkan untuk perang memunculkan perdebatan nasional dan membuat pasar gelisah. Kegelisahan ini memuncak ketika Menteri Keuangan Bezalel Smotrich bersiap dalam beberapa hari untuk mengumumkan anggaran pemerintah untuk sisa 2023 dan rencana untuk tahun depan.

Risiko Utang Pemerintah Meningkat

Menteri Keuangan Israel memperkirakan rencana anggaran 2023 mengalami peningkatan pengeluaran sebesar NIS35 miliar, sebagian besar untuk militer dan sebagian besar dibiayai oleh utang.

Diketahui sebelumnya, pengeluaran Israel mencakup apa yang disebut “dana koalisi,” atau pengeluaran yang diperuntukkan bagi lima partai di pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Dana koalisi sebesar NIS14 miliar (USD3,6 miliar) yang disetujui pada Mei lalu sebelumnya sebagian akan disalurkan ke sekolah-sekolah agama.

Sementara itu, dana koalisi yang belum terpakai berjumlah hampir NIS8 miliar. Namun partai-partai yang berkuasa sejauh ini menolak untuk sepenuhnya mengalihkan dana tersebut atau menghentikan program-program yang terkait dengan dana tersebut.

Meskipun jatah khusus tersebut hanya sebagian kecil dari total anggaran 2023-2024, namun ini menunjukkan pergeseran prioritas pemerintah Israel ketika menghadapi konflik bersenjata dengan Hamas.

Defisit anggaran Israel dilaporkan membengkak lebih dari tujuh kali lipat pada bulan Oktober dibandingkan tahun sebelumnya.

Terlebih lagi, Kementerian Keuangan Israel telah mengumumkan rencana untuk meminjam 75 persen lebih banyak dana pada November dibandingkan bulan sebelumnya. Kondisi ini menyebabkan pemerintah menghadapi risiko kenaikan utang.

“Selama pemerintah tetap berpegang pada dana koalisinya, pemerintah akan membayar utangnya lebih banyak,” kata Rafi Gozlan, kepala ekonom di IBI Investment House.

Meski demikian, sikap para investor global akan berpengaruh seiring dengan semakin gencarnya pemerintah Israel beralih ke obligasi untuk membiayai perang.

Sikap pemerintah ini telah memicu kemarahan investor dan banyak analis terkemuka. Dalam sebuah surat yang dikirim minggu lalu kepada Netanyahu dan Smotrich, 300 ekonom terkemuka dari Israel dan luar negeri mendesak mereka untuk segera menghentikan perang.

“Langkah mendasar dan perlu adalah menghentikan pendanaan apa pun yang tidak penting untuk perang, pertama dan terutama dana koalisi,” tulis surat yang ditandatangani oleh peraih Nobel bidang ekonomi, Josh Angrist.

Menurut laporan Bloomberg, aset-aset Israel mulai dari mata uang syikal hingga obligasi digunakan Israel untuk membiayai perang melawan Hamas.

Ini menyebabkab biaya (premi) risiko obligasi pemerintah Israel terhadap gagal bayar (default) meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding sebelum perang dimulai. (Lihat grafik di bawah ini.)

Smotrich juga menyarankan pengurangan anggaran untuk menghapuskan pengeluaran yang tidak penting untuk mendukung perang.

Smotrich juga berkata defisit anggaran bisa mencapai 4 persen dari output perekonomian tahun ini dan 5 persen pada 2024. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat perkiraan pemerintah sebelumnya tetapi masih kurang dari angka 7,1 persen yang diperkirakan oleh Moody’s Investors Service.

Namun, Netanyahu tetap bersikeras untuk membayar berapa pun dampak ekonomi yang ditimbulkan perang ini terhadap Israel.

Bagi Netanyahu dan sekutunya, pendanaan tersebut mungkin menjadi kunci bagi kelangsungan politik mereka. Pada Mei lalu, beberapa partai mengancam akan membubarkan koalisi jika anggaran belanja tidak disetujui. (ADF)

www.idxchannel.com Adalah Provider Penyedia Berita ini dengan Sumber Link Berita Asli

Semua Copyright dari Berita dimiliki oleh www.idxchannel.com & Untuk Request penghapusan berita & sumber dapat melalui admin@obligasi.com